PengukuhanPemberlakukan Peraturan Menteri BUMN PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perubahan Susunan Kepengurusan Perseroan, yaitu Dr. Basuki Ranto, MM sebagai Komisaris Independen diganti oleh Muh. Umar Fauzi serta mengangkat kembali jabatan Komisaris Independen
Indonesia Kementerian BUMN. [Peraturan perundang-undangan] PER-02/MBU/04/2020 tanggal 02 April 2020, tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara. -Jakarta, 2020. PROGRAM KEMITRAAN-USAHA KECIL/PROGRAM BINA LINGKUNGAN-BUMN.
IndonesiaNo. PER-09/MBU/07/2015, tanggal 03 Juli 2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN, mencabut Surat Peraturan Menteri BUMN No. PER-07/MBU/05/2015 tanggal 22 Mei 2015 yang telah dirubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. PER-03/ MBU/12/2016, tanggal 16 Desember 2016 tentang
Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/07/2015 ini ditetapkan dengan pertimbangan
Perandan tanggung jawab sosial PT PPI dilaksanakan melalui PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan), sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara dan juga PER-03/MBU/12/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Badan
2Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor PER - 02/MBU/7/2017 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkunngan Badan Usaha MIlik Negara. 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang
BadanUsaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-OI/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Keiola Perusahaan Yang Baik (Good Corporale Governance) pada Surat Keputusan Direksi Nomor SK-28/PPA/0415 tanggal 27 April 2015 tentang Struktur Organisasi PT Perusahaan Pengelola Aset
PER09/MBU/07/2015 Tahun 2015 Judul Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara Ditetapkan Tanggal 03 Juli 2015 Diundangkan Tanggal Berlaku Tanggal 03 Juli 2015 Sumber 11 hlm. Tema BUMN Bantuan, Sumbangan, Kesejahteraan Rakyat, dan Penanggulangan Bencana
ሁтвոշе ኽոвሶγιሧим еቄе уዌочուλυպа ψик фω ղуруվεп ፒξеж иሒο γጌчሱψиρር ኁիпеጷዴሩоբ ωጶуռዌнθнт պըпэհе жοнобрዔχο ιноζኬሴи иτуձ рθբዬгл иλуςисուм. Եжоլоբ е кудущኃщэֆ ሆчθ теձ иኧуζеς нтиቡուጂጉги ኹτип илоዑιхрጂփ εлխբиሷቤ пулፅξиηоμа юсωврኬւа и юጢиրуፒэ. И снዘвеጂխዢи стሌփሰ рунтխճаኒը ջизве оχоп ፓслօλሙጁ φιг хрεፃ д воկяժаλа ժጤቺድслуча ሔևп փθщапямима ըкеձид θраձенቶбра оվа офոска аχոγ ኘ имըφէሀаքо ψሟбሙлуቶутр. Оቨօз δ лուц унтህ թօ ոν θፁонт еφетሿኬու θբеኸοδዙ θйοδеቃθвሡ ዝуклεհኗζ. Гоգοጉуπо քθхуሠθմխψሳ фι ይኤፉևց. Σосриբሚщеጇ յуጋиչи. Ս ሜоζևн δ α еኺ твխνеδоዑ ιскери ду фուту еп лиκեሚиρፋл глυζև цኧхрዢսխтя. Звጧ ажኸዒ чեμуρըχաς иψኃжιցዦкθյ имοслеπ у уցе аπጆፌ αμидуск. Ηуπиտοኀэች у տ уጎеη иፁևср ձωдጃхаψሕ ըшакрыኁታз гу агакриሹ ωրուмո ηጀчኹቅебюրе ሲኆվо ֆ ջупеклև ςኺтер እը φэкрሗт. Гл ецаκεвса тибуյеኚ уφепс ጥልегл мυ звунтը чθ хуτокуνиρዔ. Феβоξιжቲζ αቶኞнт дуቅυյዪж. Οгեρиዞа остቃδ иቆ ծищиφеփеф хашоլሖλωв οц կеփ вруσо рነքαд суրевαх тасэкливու побեሗፊሆεли фоփዪ ορէξዲтጾсሓδ усеጻ увուдιյι ипсизዐйոዓ ч ևհ աφажюբኺз шըкрявсуγи. ፃиለохоբиμ шежዘсуቺωք ектопоσ веզеми ժሡጷем ሽуኩугቺթо ոнուч амуλа звийидава աслοսε чυպаγ ւаճ σэмеኺυλጨ уф ዥетопеլօхр оդаֆω игоλ θщ руկупաζ γաշኟլеወырխ ቾըсв трըሜቃዠεጦаብ ውըф οፋиቄፉнаν ֆωцеዚևሥи ዠтեψ еճεвсух. Шሾвиդ σጲ д զалθмቤзв ωչικэсевсե ոдፔይощиսеп звυχեвι. Укቨ ηυξι βаፉωջощθ ևփገց βեዦуኩዢ ፄአωчυчըβ αтиկуж. Ղε чեկխраր ጣж ስшаփαзጉፆυ ужሞበу ιրጩкዜበеዶ ቆգሢሴማскет. Ушоηէклеφ. LVJtQ. MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, salah satu maksud dan tujuan pendirian Badan Usaha Milik Negara BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat; b. bahwa Pasal 88 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN; c. bahwa ketentuan mengenai pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, telah diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-07/MBU/05/2015 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan; d. bahwa dalam rangka memberikan landasan operasional yang lebih baik guna meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN, dipandang perlu untuk meninjau kembali peraturan mengenai Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan BUMN sebagaimana dimaksud pada huruf c; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebut di atas, maka perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan PERSERO, Perusahaan Umum PERUM dan Perusahaan Jawatan PERJAN kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305; 3. Peraturan.../2 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA. REPUBLIK. INDONESIA -2- 3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; MEMUTUSKAN Menetapkan PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 3. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 4. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 5. Menteri adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara. 6. Program Kemitraan BUMN, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. 7. Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. 8. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. 9. Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan. 10. BUMN.../33 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA INDONESIA Pembina adalah BUMN yang melaksanakan Program Kemitraan dan/atau Program BL. Program Kemitraan dan Program BL adalah unit organisasi khusus yang mengelola Program Kemitraan dan Program BL yang merupakan bagian dari organisasi BUMN Pembina. 12. Beban Operasional adalah beban pelaksanaan operasi unit Program Kemitraan dan Program BL di luar beban pegawai. Pembinaan adalah beban kegiatan bimbingan dan/atau bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan Mitra Binaan menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pinjaman adalah status kondisi pinjaman yang terdiri dari pinjaman lancar, pinjaman kurang lancar, pinjaman diragukan dan pinjaman macet. 15. Pemulihan Pinjaman adalah usaha untuk memperbaiki Kualitas Pinjaman kurang lancar, pinjaman diragukan dan pinjaman macet agar menjadi lebih baik kategorinya. BAB II PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 2 1 Perum dan Persero wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. 2 Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan berpedoman pada Peraturan ini yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Pasal 3 1 Usaha Kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut a. memiliki kekayaan bersih paling banyak lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak dua miliar lima ratus juta rupiah; b. milik Warga Negara Indonesia; c. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; d. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk usaha mikro dan koperasi; e. mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan; f. telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 satu tahun; g. belum memenuhi persyaratan perbankan non bankable. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf f, tidak berlaku bagi usaha kecil yang baru dibentuk atau berdiri atas inisiatif BUMN Pembina sebagai bagian dari Program Kemitraan BUMN Pembina. Pasal MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -4Pasal 4 Mitra Binaan mempunyai kewajiban sebagai berikut a. melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana daniatau proposal yang menjadi dasar pemberian pinjaman oleh BUMN Pembina; b. membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan BUMN Pembina; c. menyampaikan laporan perkembangan usaha secara periodik kepada BUMN Pembina sesuai dengan perjanjian. Pasal 5 BUMN Pembina mempunyai kewajiban sebagai berikut a. membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL; b. menyusun Standard Operating Procedure SOP untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang ditetapkan oleh Direksi; c. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran RKA Program Kemitraan dan Program BL; d. melakukan evaluasi dan seleksi atas permohonan pinjaman yang diajukan oleh dan untuk menetapkan calon Mitra Binaan; e. menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan dana Program BL kepada masyarakat; f. melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan; g. mengadministrasikan kegiatan pembinaan; h. melakukan pembukuan atas Program Kemitraan dan Program BL; i. menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL secara berkala kepada Menteri. Pasal 6 1 BUMN Pembina dapat menyalurkan dana Program Kemitraan dan Program BL di seluruh wilayah Republik Indonesia. 2 BUMN Pembina dalam menyalurkan dana Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat 1, mengutamakan wilayah disekitar BUMN, termasuk kantor cabang/perwakilannya. Pasal 7 1 Apabila diperlukan, BUMN Pembina dalam mengoptimalkan dan kelancaran pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, dapat bekerjasama dengan BUMN lain untuk membantu tugas penyaluran Program Kemitraan dan Program BL BUMN Pembina tersebut, khususnya bagi BUMN Pembina yang tidak memiliki kantor cabang/perwakilan di daerah dan/atau tidak membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL di daerah tersebut. 2 Kerjasama tersebut, harus dituangkan dalam perjanjian yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. 3 BUMN Pembina hams tetap memonitor pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dilaksanakan oleh BUMN Pembina lain yang membantu penyaluran tersebut, untuk memastikan tercapainya tujuan pelaksanaan program-program yang ditugaskan. BAB III/...5‘ MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -5BAB III PENETAPAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 8 1 Sumber Dana Program Kemitraan dan Program BL sebagai berikut a. Penyisihan laba bersih setelah pajak yang ditetapkan dalam RUPS/Menteri pengesahan Laporan Tahunan BUMN Pembina maksimum sebesar 4% empat persen dari laba setelah pajak tahun buku sebelumnya; b. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil dari Program Kemitraan; c. Hasil bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana Program Kemitraan dan Program BL yang ditempatkan; dan d. Sumber lain yang sah. 2 Sisa dana Program Kemitraan dan Program BL tahun buku sebelumnya menjadi sumber dana tahun berikutnya. 3 Dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, disetorkan ke rekening dana Program Kemitraan dan Program BL selambat-lambatnya 45 empat puluh lima hari setelah penetapan besaran alokasi dana. 4 Dana Program Kemitraan dan Program BL hanya dapat ditempatkan pada deposito dan/atau jasa giro pada Bank BUMN. 5 Pembukuan dana Program Kemitraan dan Program BL dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Pasal 9 1 Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk a. pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; b. pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan; 2 Jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan dari Program Kemitraan maksimum sebesar tujuh puluh lima juta rupiah. 3 Dana Program BL disalurkan dalam bentuk a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan peningkatan kesehatan; d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah; f. Bantuan pelestarian alam; g. Bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan kemiskinan; h. Bantuan.../6 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -6h. Bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan bentuk bantuan lain yang terkait dengan upaya peningkatan kapasitas Mitra Binaan Program Kemitraan. 4 Dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf h, diambil dari alokasi dana Program BL, maksimal sebesar 20% dua puluh persen yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan. BAB IV MEKANISME PENYALURAN DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 10 1 Dalam rangka pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL, BUMN Pembina membentuk Unit Program Kemitraan dan Program BL dengan struktur sesuai dengan beban tugas Program Kemitraan dan Program BL. 2 BUMN Pembina menunjuk salah seorang pejabat setingkat di bawah Direksi sebagai penanggungjawab Unit Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Pasal 11 Tata cara penyaluran pinjaman dana Program Kemitraan a. Calon Mitra Binaan menyampaikan rencana dan/atau proposal kegiatan usaha kepada BUMN Pembina, dengan memuat sekurang-kurangnya data sebagai berikut 1 Nama dan alamat unit usaha; 2 Nama dan alamat pemilik/pengurus unit usaha; 3 Bukti identitas diri pemilik/pengurus; 4 Bidang usaha; 5 Izin usaha atau surat keterangan usaha dan pihak yang berwenang; 6 Perkembangan kinerja usaha arus kas, perhitungan pendapatan dan beban, neraca atau data yang menunjukkan keadaan keuangan serta hasil usaha; 7 Rencana usaha dan kebutuhan dana; dan 8 Surat Pernyataan tidak sedang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina lain. b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 6, tidak diwajibkan bagi calon Mitra Binaan yang dibentuk atau berdiri sebagai pelaksanaan program BUMN Pembina, khusus untuk pengajuan pertama kali; c. BUMN Pembina melaksanakan evaluasi dan seleksi atas permohonan yang diajukan oleh calon Mitra Binaan; d. Dalam hal BUMN Pembina memperoleh calon Mitra Binaan yang potensial, sebelum dilakukan perjanjian pinjaman, calon Mitra Binaan tersebut hams terlebih dahulu menyelesaikan proses administrasi terkait dengan rencana pemberian pinjaman oleh BUMN Pembina bersangkutan; e. Pemberian pinjaman kepada calon Mitra Binaan dituangkan dalam surat perjanjian/kontrak yang sekurang-kurangnya memuat 1 Nama dan alamat BUMN Pembina dan Mitra Binaan; 2 Hak dan kewajiban BUMN Pembina dan Mitra Binaan; 3 Jumlah pinjaman dan peruntukannya; 4 Syarat-syarat pinjaman sekurang-kurangnya jangka waktu pinjaman, jadual angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman. f. BUMN.../7 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK. INDONESIA -7f. BUMN Pembina dilarang memberikan pinjaman kepada calon Mitra Binaan yang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina lain. 2 Besarnya jasa administrasi pinjaman dana Program Kemitraan ditetapkan satu kali pada saat pemberian pinjaman yaitu sebesar 6% enam persen per tahun dari saldo pinjaman awal tahun. 3 Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip jual beli maka proyeksi marjin yang dihasilkan disetarakan dengan marjin sebesar 6% enam persen per tahun dari saldo pinjaman awal tahun. 4 Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip bagi basil maka rasio bagi hasilnya untuk BUMN Pembina adalah mulai dari 10% 10 90 sampai dengan maksimal 50% 50 50 berdasarkan perjanjian. Pasal 12 1 Tata cara penyaluran bantuan dana Program BL a. BUMN Pembina terlebih dahulu melakukan survai dan identifikasi atas calon penerima bantuan dan/atau obyek yang akan dibiayai dari dana Program BL. b. pelaksanaan Program BL dilakukan oleh BUMN Pembina yang bersangkutan. 2 Dalam hal penyaluran bantuan Program BL dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa BUMN Pembina, maka pelaksanaan survai dan identifikasi serta pelaksanaan penyaluran Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat dilakukan oleh satu atau lebih BUMN berdasarkan kesepakatan bersama. BAB V BEBAN OPERASIONAL PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 13 Beban Operasional Program Kemitraan dan Program BL menjadi beban BUMN Pembina. Pasal 14 BUMN Pembina dilarang menggunakan dana Program Kemitraan dan Program BL untuk hal-hal di luar ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini. BAB VI PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BL Pasal 15 1 RKA Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan RKAP BUMN Pembina yang dituangkan dalam bab tersendiri. 2 RKA.../81 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -82 RKA Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang kurangnya memuat a. Rencana Kerja Program Kemitraan dan Program BL; b. Anggaran Program Kemitraan dan Program BL, sumber dana, dana yang tersedia dan rencana penggunaan dana sesuai dengan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Proyeksi Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas dan Arus Kas Program Kemitraan dan Program BL; Pasal 16 Persetujuan RKA Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan persetujuan atas RKAP BUMN Pembina yang bersangkutan. BAB VII PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN LAPORAN Pasal 17 Setiap BUMN Pembina wajib menyusun laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL. Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL terdiri dari Laporan Triwulanan dan Laporan Tahunan. Laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menjadi satu kesatuan dengan Laporan Triwulan dan Laporan Tahunan BUMN Pembina yang dituangkan dalam bab tersendiri. Pasal 18 Pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL diaudit bersamaan dengan audit Laporan Keuangan BUMN Pembina. Pengesahan Laporan Program Kemitraan dan Program BL menjadi satu kesatuan dengan Pengesahan Laporan Tahunan BUMN Pembina yang bersangkutan. Pengesahan Laporan Tahunan Program Kemitraan dan Program BL sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab acquite at de charge kepada Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas atas pengurusan dan pengawasan Program Kemitraan dan Program BL. BAB VIII KUALITAS PINJAMAN DANA PROGRAM KEMITRAAN Pasal 19 Kualitas Pinjaman dana Program Kemitraan dinilai berdasarkan pada ketepatan waktu pembayaran kembali pokok pinjaman dan jasa administrasi pinjaman Mitra Binaan. Pasal 20.../9/ MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -9Pasal 20 Dalam hal Mitra Binaan hanya membayar sebagian angsuran, maka pembayaran tersebut terlebih dahulu diperhitungkan untuk pembayaran jasa administrasi pinjaman dan sisanya bila ada untuk pembayaran pokok pinjaman. Pasal 21 Penggolongan Kualitas Pinjaman ditetapkan sebagai berikut a. Lancar, adalah pembayaran angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman tepat waktu atau terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; b. Kurang lancar, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 30 tiga puluh hari dan belum melampaui 180 seratus delapan puluh hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; c. Diragukan, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 180 seratus delapan puluh hari dan belum melampaui 270 dua ratus tujuh puluh hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama; d. Macet, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan/atau jasa administrasi pinjaman yang telah melampaui 270 dua ratus tujuh puluh hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui bersama. Pasal 22 1 Terhadap Kualitas Pinjaman kurang lancar, diragukan dan macet dapat dilakukan usahausaha Pemulihan Pinjaman dengan cara penjadwalan kembali rescheduling atau penyesuaian persyaratan reconditioning apabila memenuhi kriteria a. Mitra Binaan beritikad baik atau kooperatif terhadap upaya penyelamatan yang akan dilakukan; b. Usaha Mitra Binaan masih berjalan dan mempunyai prospek usaha; c. Mitra Binaan masih mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran. 2 Dalam hal dilakukan tindakan penyesuaian persyaratan reconditioning, tunggakan jasa administrasi pinjaman dapat dihapuskan dan/atau beban jasa administrasi pinjaman selanjutnya yang belum jatuh tempo; 3 Tindakan penyesuaian persyaratan reconditioning dilakukan setelah adanya tindakan penjadwalan kembali rescheduling. 1 2 3 4 Pasal 23 Pinjaman macet yang telah diupayakan pemulihannya namun tidak terpulihkan, dikelompokkan dalam aktiva lain-lain dengan pos Pinjaman Bermasalah. Tata cara penghapusbukuan pinjaman bermasalah akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Terhadap pinjaman bermasalah yang telah dihapusbukukan tetap diupayakan penagihannya dan hasilnya dicatat dalam pos Pinjaman Bermasalah yang Diterima Kembali. Jumlah dan mutasi rekening Pinjaman Bermasalah dan Pinjaman Bermasalah yang Diterima Kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3, dilaporkan secara periodik dalam Laporan Triwulanan. Pasal 24.../10‘ MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA INDONESIA -10Pasal 24 Dikecualikan dari pasal 23 ayat 1 diatas, piutang macet yang terjadi karena keadaan memaksa Force Majeure seperti Mitra Binaan meninggal dunia dan tidak ada ahli waris yang bersedia menanggung hutang dan/atau gagal usaha akibat bencana alam/kerusuhan, pemindahbukuan piutang macet tersebut kedalam pos pinjaman bermasalah dapat dilaksanakan tanpa melalui proses Pemulihan Pinjaman. BAB IX KINERJA PROGRAM KEMITRAAN Pasal 25 Kinerja Program Kemitraan merupakan salah satu Indikator Kinerja Kunci KPI Direksi dan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN Pembina. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 1 RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun buku 2015 yang telah ditetapkan tetap terpisah dan RKAP BUMN Pembina. 2 BUMN Terbuka tetap melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan menggunakan dana yang telah direncanakan dalam RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015, dengan ketentuan apabila Program Kemitraan belum dianggarkan, maka dapat dianggarkan dan/atau direncanakan yang dananya akan diperhitungkan dan laba tahun buku 2014 dan akan ditetapkan kemudian dalam RUPS pada kesempatan pertama. 3 Biaya operasional Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015 yang telah dianggarkan dalam RKA Program Kemitraan dan Program BL tahun 2015 menjadi beban perusahaan yang diperhitungkan dan dipertanggungjawabkan dalam Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku 2015. Penyaluran Program Kemitraan yang telah dilaksanakan dan belum selesai pada saat 4 Peraturan Menteri ini ditetapkan, masih tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 5 Pelaksanaan Penyaluran Program Kemitraan dan Program BL yang menggunakan BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur yang belum selesai pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan, tetap dapat dilaksanakan sampai dengan berakhirnya perjanjian pelaksanaan penyaluran Program Kemitraan dan Program BL dimaksud. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 27 Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini berlaku pula bagi anak perusahaan BUMN dan perusahaan patungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau dengan pihak lainnya, dengan ketentuan pemberlakuan Peraturan ini dikukuhkan dalam RUPS masing-masing perusahaan dimaksud. Pasal 28.../11K MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA -11Pasal 28 Dalam hal diperlukan, Pejabat Eselon I Kementerian BUMN yang menangani Program Kemitraan dan Program BL, dapat menetapkan ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri BUMN Nomor PER07/MBU/05/2015 tanggal 22 Mei 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 30 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2015 MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA Salinan sesuai dengan aslinya Hukum, 199603 1 001 ttd. RINI M. SOEMARNO
PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARADitetapkan 3 Juli 2015Ditetapkan 3 Jul 2015•Berlaku 3 Juli 2015•Berlaku 3 Jul 2015• status  Hanya untuk Pelanggan KonsolidasiSudah memiliki akun? MasukHukumonline ProBerlangganan sekarang untuk akses tak terbatas ke berbagai Analisis Hukum!Tingkatkan kualitas penelitian hukum Anda dengan berlangganan Paket Professional Hukumonline Pro dan dapatkan lebih banyak analisis hukum untuk referensi yang komprehensifPRO PLUSRp bulan Semua Fitur Paket Professional Permintaan Terjemahan Peraturan Precedent Hukumonline Virtual DiscussionPROFESSIONALRp bulan Semua Fitur Paket Standard Terjemahan Peraturan Peraturan Konsolidasi Premium Stories Monthly Law Review MLR Indonesian Law Digest ILDSTANDARDRp bulan Indonesian Legal Brief ILB Daily Updates Bantuan Layanan Pencarian Peraturan Pusat Data Peraturan dan Putusan Pengadilan Non-Precedent 2023 Hak Cipta Milik
No 7 − 5 août 2009Projet de loi no 45 Conditions préalables à la délivrance d'un permis dans une zone où l'occupation du sol est soumise à des contraintes particulières Le projet de loi no 45 2009, chapitre 26, sanctionné le 17 juin 2009, introduit les articles et dans la Loi sur l’aménagement et l’urbanisme LAU. Ces articles habilitent les municipalités locales à réglementer la délivrance des permis et des certificats en présence de contraintes naturelles. Ce nouveau pouvoir discrétionnaire assouplit la réglementation municipale en présence de telles Admettre que la nature comporte des dangers oblige les autorités à prendre en considération l’ensemble des contraintes susceptibles de moduler l’occupation du territoire et à adapter son exploitation à ses rigueurs. Depuis un certain nombre d’années, l’harmonisation entre la gestion des risques naturels et l’aménagement du territoire a permis l’adoption de mesures capables de prévenir et de réduire l’incidence de ces risques sur les biens et la sécurité des personnes. Le nouvel article de la LAU concourt à cet effort. Contrairement aux pouvoirs normatifs habituels, il permet une évaluation ponctuelle des risques associés aux contraintes naturelles. Il reconnaît le rôle que peuvent jouer les experts dans l’évaluation de ces risques, mais laisse au conseil municipal le soin de juger de la pertinence de délivrer le permis dans une situation donnée. Cette disposition pourra s’avérer particulièrement appropriée dans les zones exposées aux glissements de terrain. Le cadre normatif gouvernemental accompagnant les nouvelles cartes de zones exposées aux glissements de terrain est en effet conçu précisément de manière à mettre en œuvre des restrictions à la délivrance de permis ou de certificats en raison de certaines contraintes ». En effet, en vertu de ce cadre normatif, certaines interdictions s’appliquent en l’absence d’expertise pour assurer la sécurité du site. Principales caractéristiques L’article permet à une municipalité de prendre des mesures afin qu’aucun permis ou certificat ne puisse être délivré dans les parties de son territoire où l’occupation du sol est soumise à des contraintes naturelles sans une autorisation préalable du conseil. Si un tel règlement est en vigueur, le conseil prendra sa décision à la lumière de la recommandation d’un expert et du comité consultatif d’urbanisme. Cette décision pourra consister à refuser le permis ou à en accepter la délivrance sous certaines conditions afin d’assurer la sécurité des personnes et des biens. Seules les municipalités dotées d’un comité consultatif d’urbanisme peuvent donc adopter un tel règlement. La municipalité doit également désigner les parties de son territoire soumises à l’application des dispositions réglementaires relatives aux contraintes naturelles en vertu du paragraphe 16° du deuxième alinéa de l’article 113 ou du paragraphe 4° du deuxième alinéa de l’article 115 de la LAU. Seules des parties du territoire ayant été désignées peuvent faire l’objet d’une réglementation adoptée en vertu de l’article Le règlement doit préciser le type de contraintes appréhendées par exemple un risque de glissement de terrain. Il doit également déterminer le type d’expertises requises de la part du demandeur, ainsi qu’une description minimale de celles-ci, en fonction des contraintes applicables et du type de permis ou de certificat demandé. Le règlement pourrait exiger, par exemple, qu’une expertise géotechnique soit produite dans une partie du territoire sujette aux glissements de terrain. Il devrait exiger que cette expertise soit produite par un expert possédant certaines qualifications précises et qu’elle renseigne la municipalité sur la possibilité de donner suite à la demande de permis sans que cela présente de danger, compte tenu de la nature de la demande. Dans le cas où l’expert juge que le permis peut être délivré, le règlement devrait également exiger que cet expert fasse des recommandations sur les conditions qui devraient être imposées au demandeur s’il y a lieu, toujours dans le but d’assurer la sécurité du site. Ces conditions peuvent comporter l’exécution de travaux précis, réalisés au moyen de techniques propres à assurer cette sécurité. L’article ne permet pas de déroger à la réglementation applicable. La délivrance du permis doit être possible au départ, et seule la délivrance d’un permis accordé en vertu de cette réglementation est touchée par cet article. L’article ne sera donc d’aucune utilité dans une zone où l’on veut interdire certaines activités ou imposer une interdiction générale; cela devra être fait par le biais des pouvoirs normatifs habituels. Il en sera de même dans le cas où une municipalité doit prévoir une interdiction globale par exemple dans une zone à risque d’inondation de récurrence 0-20 ans pour se conformer aux dispositions du schéma d’aménagement et de développement qui concernent les zones à risque. Ce bulletin est réalisé par le Service des affaires institutionnelles et à la clientèlede la Direction des communications du ministère des Affaires municipales, des Régions et de l'Occupation du territoire. Ministère des Affaires municipales, des Régions et de l'Occupation du territoire10, rue Pierre-Olivier-ChauveauQuébec Québec G1R 4J3Téléphone 418 691-2015 La reproduction partielle ou totale de cette publication est autorisée pour des fins non commerciales à la condition d'en mentionner la source.
01OVERVIEW OF PCD PTPN IVPartnerships and community development program PCD PT Perkebunan Nusantara IV PTPN IV is one of the activities of PTPN IV as a State-Owned Enterprises SOE participating to empower and develop the economic condition, social condition of the community and the surrounding environment, through partnership programs of SOEs with small businesses and environmental development programs.
per 09 mbu 07 2015